Awan dan Kabut
AWAN
1.
Pengertian Awan
Menurut Malik (2017:231) awan adalah kumpulan
tetesan air (kristal-kristal es) di dalam udara yang terjadi karena adanya
pengembunan uap air yang terdapat dalam udara karena melampaui keadaan
kejenuhan. Definisi awan menurut Masrun (1986) pada buku Malik (2017:231) yaitu
suatu aerosol di atmosfer dengan udara sebagai medium, ukurannya 1-2000 nm.
Dilihat dari segi kimia, awan terbentuk oleh kumpulan tetes asam sulfat,
bakteri, virus, debu asbes, serbuk garam laut, debu logam dan debu pestisida.
Adapun pengertian debu adalah partikel padat yang berukuran 103-105
nm. Status awan dapat berbentuk cair, beku atau padat, karena sangat
dipengaruhi oleh keadaan temperatur.
Awan terbentuk karena panas matahari, banyak
air yang berubah menjadi uap air setiap hari. Uap air ini ditarik dalam
atmosfer dan disana dapat tetap menggantung selama berjam-jam atau
berhari-hari. Jika jumlah uap air di udara bertambah sehingga melebihi ukuran
maksimum, atau apabila udara didinginkan, maka uap air akan mengembun menjadi
tetes-tetes air kecil. Jutaan tetes air kecil bersama-sama membentuk butir
melayang yang kita sebut awan. Secara ringkas, awan terbentuk setelah matahari
mengubah air menjadi uap air. Uap air yang mengembun membentuk tetes-tetes kecil
air, sehingga membentuk awan.
Menurut Lubis (2008:17) proses pembentukan awan
merupakan suatu rangkaian proses yang rumit dan melibatkan proses dinamik dan
proses mikrofisik. Proses dinamik berhubungan dengan pergerakan partikel udara
yang membentuk suatu kondisi tertentu sehingga terbentuknya awan. Proses
mikrofisik adalah proses pembentukan butiran awan melalui kondensasi uap air
dan tumbuh oleh interaksi antar partikel butir air.
2.
Bentuk Awan
Menurut Tjasyono (2007:12) Awan mempunyai
bentuk bermacam-macam dan setiap awan dalam proses pertumbuhannya akan
mengalami perubahan bentuk secara terus menerus, sehingga di dalam atmosfer
terdapat jenis awan yang jumlahnya sangat banyak. Sejumlah awan yang banyak itu
dapat digolongkan menjadi tiga bentuk utama (dasar), yaitu bentuk berserat, lapisan
dan gumpalan. Bentuk berserat disebabkan oleh kristal es yang jatuh, bentuk
lapisan adalah awan yang pertumbuhannya dalam arah horizontal, dan bentuk
gumpalan akibat pertumbuhan vertikal yang sangat besar oleh konveksi lokal.
Gambar 2.1 Bentuk awan : berserat, lapisan, dan
gumpalan
Sumber: Tjasyono, Bayong. 2007. Mikrofisika
Awan dan Hujan. Jakarta : BMKG
a.
Awan Cumulus
Awan Cumulus adalah awan yang dibentuk dalam
udara naik dengan syarat udara tadi cukup banyak mengandung uap air dan naik
hingga melampaui titik kondensasi. Awan ini dengan ciri umum bergumpal-gumpal
(bundar-bundar) dasarnya horizontal. Bentuk awan cumulus:
1)
Awan cumulus tugu, awan ini terjadi karena
adanya udara yang naik sehingga akan berbentuk seperti tugu yang tegak.
2)
Awan cumulus condong, sebenarnya merupakan awan
cumulus tugu, tetapi karena adanya angin horizontal yang kuat dan angin
vertikal tidak dapat mengimbanginya.
3)
Awan cumulus dengan puncak melebar, awan ini
berbentuk aneh. Angin yang naik kemudian arahnya terpecah sebagian ke kiri dan
sebagian ke kanan, atau karena bagian atas puncaknya kandas, karena adanya
lapisan awan inversi.
4)
Awan cumulus domba, awan yang berbentuk
kecil-kecil dalam jumlah yang banyak, tetapi mempunyai dasar yang sama. Dengan
adanya awan cumulus domba dijadikan tanda kemungkinan tidak akan ada hujan,
sebab tidak banyak mengandung uap air dan adanya udara kering.
b.
Awan Cirrus
Sifat awan cirrus diantaranya: awan yang tinggi
terdiri dari kristal-kristal es yang tipis (karena sangat tinggi) dan tidak
menimbulkan hujan. Awan cirrus keadaannya tidak tebal dan tidak padat akibatnya
tidak menimbulkan hujan. Awan jika titik jenuhnya tinggi (panas) lapisan
menjadi tebal dan sebaliknya.
Awan cirrus bersifat seperti bulu ayam (bulu
burung), karena berlangsungnya pembentukan kristal-kristal es jika dilihat dari
jauh tampak seperti garis. Garis ynag berserat ini disebut Fall stripe. Awan
cirrus ini berukuran kecil-kecil dan mengelompok kadang-kadang dapat menutupi
seluruh langit. Maka dari itu langit yang biru nampak pucat seperti tertutup
kelambu.
c.
Awan Stratus
Dalam pengertian umum awan stratus bersifat
tipis dan luas, sehingga dapat menutupi secara merata. Jika awan ini berada
pada tempat yang sangat tinggi disebut Cirrosstratus. Dalam arti khusus
awan stratus yang rendah dan luas. Awan stratus terjadi di dalam udara ada
lapisan inversi, bila terdapat cukup uap air (tetapi dalam keadaan tidak jenuh)
kemudian lapisan inversi naik sehingga melampaui titik kondensasi akhirnya
berbentuk awan. Bila terbentuk dibawah suhu 0º C maka disebut awan Cirro
Stratus dan awan stratus yang berada ditengah-tengah tipis dan luas disebut
Alto Stratus.
3.
Macam-Macam Awan
a.
Berdasarkan ketinggiannya dibedakan menjadi:
1)
Awan tinggi, lebih dari 6000-9000 m, karena
tingginya terdiri dari kristal-kristal es, terdiri dari:
a)
Cirrus (Ci): awan tipis sebagai bulu burung
b)
Cirro Stratus (Ci-St): awan sebagai kelompok
biri-biri (domba), sebagai sisik ikan.
2)
Awan tengahan (sedang), 2000-6000 m, terdiri
dari:
a)
Alto Cumulus (A-Cu): awan bergumpal-gumpal
tebal
b)
Alto Stratus (A-St): awan berlapis-lapis tebal
3)
Awan rendah, dibawah 2000 m, terdiri dari:
a)
Starato Cumulus (St-Cu): awan yang tebal, luas
dan bergumpal-gumpal
b)
Sratus (St): awan merata rendah dan
berlapis-lapis
c)
Nimbo Stratus (Ni-St): lapisan awan yang luas
sebagian telah merupakan hujan.
4)
Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat
pada ketinggian antara 500-1500 m.
a)
Cumulus (Cu): awan bergumpal-gumpal, dasarnya
rata
b)
Cumulus Nimbus (Cu-Ni): kelompok awan yang
bergumpal-gumpal luas dengan sebagian telah merupakan hujan. Hal ini sering
terjadi pada waktu angin rebut.
Awan yang dapat menentukan hujan tergantung
pada tebal tipisnya awan, (kalau awan itu tebal biasanya mendatangkan hujan dan
tergantung pada musimnya). Pada waktu musim kering (dingin), meskipun awannya
tebal tetapi belum tentu mendatangkan hujan, sebab dikalahkan oleh angin.
Tetapi pada waktu musim panas (daerah tropis) meskipun awannya tipis, belum
tentu tidak turun hujan bisa saja terjadi hujan (Malik,2017:233).
b.
Berdasarkan jenis partikel presipitasi, awan
dapat diklasifikasikan menjadi :
1)
Awan Tetes
Awan tetes sering disebut awan panas, awan ini
sebagian partikelnya terdiri dari tetes air. Tetes air dalam awan berasal dari
kondensasi uap air melalui inti kondensasi awan yang ada di atmosfer bawah.
Pertambahan kelembapan sampai ke suatu nilai yang diperlukan terjadinya
kondensasi di atmosfer terutama disebabkan oleh pendingin adiabatik udara yang
mengalami pengangkatan secara termal atau secara mekanis. Selain oleh
kelembapan, pertumbuhan tetes hasil kondensasi ini ditentukan oleh sifat
higroskopis yaitu kemampuan inti kondensasi seperti garam dapur NaCl dan oleh
jejari tetes (r) atau kelengkungan tetes (1/r). Tetes-tetes awan kebanyakan berjejari
sekitar 10 mikron, tetapi dengan mekanisme benturan tangkapan tetes-tetes awan
dapat menjadi tetes hujan yang berjejari sekitar 1 mm.
2)
Awan Es
Awan yang sebagian partikelnya terdiri dari
kristal es disebut awan es, sering disebut awan dingin atau awan campuran. Pada
ketinggian atmosfer tertentu, temperatur mulai lebih rendah dari titik beku, di
Indonesia temperatur titik beku dicapai pada ketinggian atmosfer antara 4 dan 5
km di atas permukaan laut. Pada ketinggian atmosfer dengan temperatur di bawah
titik beku, tetes awan kelewat dingin tidak langsung membeku menjadi kristal es
semuanya, hanya tetes awan yang menemukan inti es yang membeku menjadi kristal
es. Tetapi pada temperatur -40º C atau lebih rendah, tetes air kelewat dingin
secara spontan membeku menjadi kristal es. Karena pada temperatur yang sama di
bawah titik beku, tekanan uap jenuh di atas tetes kelewat dingin, lebih tinggi
dari pada tekanan uap jenuh di atas kristal es, maka tetes berdifusi dan
mendeposisi pada kristal es, sehingga kristal es tumbuh menjadi besar dan tetes
melenyap (Tjasyono, 2007:11).
4.
Kabut
Awan yang terjadi rendah pada permukaan bumi
disebut kabut. Secara fisis, hanya ada sedikit sekali perbedaan antara kabut
dan awan. Keduanya terdiri dari tetes-tetes air sangat kecil yang mengapung di
dalam udara. Tetapi kabut terbentuk di dalam udara yang dekat dengan permukaan
bumi, sedangkan awan terbentuk pada level yang jauh lebih tinggi. Karena itu
perbedaan yang mendasar antara kabut dan awan adalah lebih ditekankan pada
metode dan tempat pembentukannya daripada struktur atau rupa (Harijono,
2006:17).
Macam-macam
kabut menurut Malik (2017:234-235) terdiri dari:
a.
Kabut sawah (sloot mist)
Kabut yang terjadi pada malam hari, cuaca
terang, jika udara dingin melalui sungai, selokan atau sawah. Kabut sawah/kabut
selokan karena air lebih panas maka udara tadi naik suhunya dan kemampuan
memuat air bertambah, terjadi penguapan. Tetapi setelah sampai di daratan lagi
mendingin dan terjadi kondensasi membentuk kabut.
b.
Kabut pendingin (straling mist)
Kabut yang terjadi pada malam hari, udara
terang, karena pendinginan lapisan yang terbawah mencapai kelembaban relatif 100%
dan membentuk kabut.
c.
Kabut adveksi (adveksi mist)
Kabut yang terjadi karena pengaruh udara panas,
mengandung uap air, mengalir menjumpai daerah dingin, terjadi kondensasi
membentuk kabut.
d.
Kabut industri
Kabut yang terjadi diatas kota-kota industri,
sebab dengan adanya asap dari pabrik-pabrik. Jumlah inti kondensasi bertambah
banyak sehingga udara yang mengandung uap air di kota itu membentuk kabut.
Faktor-faktor penyebab terjadinya awan dan kabut
yaitu jika di udara yang lembab terdapat cukup inti kondensasi dan inti
sublimasi atau karena lembab relatifnya bertambah. Hal ini dapat terjadi di
dekat kota-kota besar, terutama di musim dingin. Jika banyak sekali terdapat
inti kondensasi berupa sisa-sisa bahan bakar, misalnya batu bara yang
dilepaskan ke udara oleh pabrik-pabrik. Naiknya (absolut) udara itu disebabkan
karena adanya penguapan, adveksi dan pencampuran di udara (Malik, 2017:235)
Menurut Harijono (2006:12) kabut biasanya
diklasifikasikan menurut efeknya pada visibilitas (jarak pandang), seperti ditunjukkan
dalam tablel berikut:
Tabel
4.1 Visibilitas dalam kabut
Macam
kabut
|
Benda
tidak terlihat pada radius
|
Kabut
padat
|
45
meter
|
Kabut
tebal
|
180
meter
|
Kabut
|
450
meter
|
Kabut
sedang
|
900
meter
|
Kabut
tipis
|
1.800
meter
|
Rangkuman
·
Menurut Malik (2017:231) awan adalah kumpulan
tetesan air (kristal-kristal es) di dalam udara yang terjadi karena adanya
pengembunan uap air yang terdapat dalam udara karena melampaui keadaan
kejenuhan. Awan terbentuk setelah matahari mengubah air menjadi uap air. Uap air
yang mengembun membentuk tetes-tetes kecil air, sehingga membentuk awan.
·
Menurut Tjasyono (2007:12) Awan mempunyai
bentuk bermacam-macam. Bentuk berserat disebabkan oleh kristal es yang jatuh,
bentuk lapisan adalah awan yang pertumbuhannya dalam arah horizontal, dan
bentuk gumpalan akibat pertumbuhan vertikal yang sangat besar oleh konveksi
lokal.
·
Berdasarkan bentuknya awan dibedakan menjadi:
awan Cumulus, awan Cirrus, dan awan Stratus
·
Berdasarkan ketinggiannya dibedakan menjadi:
a.
Awan tinggi, lebih dari 6000-9000 m
b.
Awan tengahan (sedang), 2000-6000 m
c.
Awan rendah, dibawah 2000 m
d.
Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat
pada ketinggian antara 500-1500 m.
·
Berdasarkan jenis partikel presipitasi awan
dibedakan menjadi: awan tetes dan Awan es
·
Awan yang terjadi rendah pada permukaan bumi
disebut kabut. Secara fisis, hanya ada sedikit sekali perbedaan antara kabut
dan awan. Keduanya terdiri dari tetes-tetes air sangat kecil yang mengapung di
dalam udara. Tetapi kabut terbentuk di dalam udara yang dekat dengan permukaan
bumi, sedangkan awan terbentuk pada level yang jauh lebih tinggi (Harijono,
2006:17).
·
Macam-macam kabut menurut Malik (2017:234-235)
terdiri dari:
a.
Kabut sawah (sloot mist)
b.
Kabut pendingin (straling mist)
c.
Kabut adveksi (adveksi mist)
d.
Kabut industri
DAFTAR PUSTAKA
Harijono,
Sri Woro. 2006. Meteorologi Indonesia Volume II Awan dan Hujan Munson.
Jakarta: BMKG
Lubis, Sandro Wellyanto. 2008. Mikrofisika
Awan. Bogor : IPB
Malik, Adam. 2017. Ilmu Pengetahuan Bumi
Antariksa. Bandung: UIN SGD
Tjasyono,
Bayong. 2007. Mikrofisika Awan dan Hujan. Jakarta : BMKG
Komentar
Posting Komentar